Wednesday, December 16, 2015

OSPEK KOTA JAKARTA. BAGIAN KE EMPAT; TERTATIH DI REL KERETA API!

BY Ricky Douglas IN No comments



#Part 4

            Mata semua orang masih memandang satu arah. Ke atas tanpa berkedip. Oke, berkedip, tapi tak sesering seperti biasa. Aku mengikuti gerak pandang semua orang di gerbong itu. Dan, inilah yang kudapatkan...

           
 Nampaknya semua isi kereta menikmati wajah-wajah cantik yang tertayang. Commuter line yang kunaiki ini tergolong kereta baru. Jadi tak semua kereta memiliki iklan elektronik seperti ini di dalamnya. Bukan hanya informasi ini saja yang diberikan, namun penumpang seakan dibuat tak bosan dengan liputan-liputan yang sangat informatif. Seperti kilas balik sejarah, peradaban bumi, stand up comedy, dari informasi tradisional hingga modern. Iklan ini cukup menyita mata, pikiran, dan hatiku. Hingga tanpa sadar sesuatu yang mencekam pun datang. 

            Mataku memandang ngeri sosok pria yang sebelumnya berdiri di belakang Yuk Rika. Entah kenapa ada rasa “Hust, sana pergi!” di dalam diri saat melihatnya yang kini terlalu mepet Yuk Rika. Wah wah nih orang mau mesum nampaknya. Kuangkat dagu tinggi-tinggi. Bahu kupasang kokoh dan tegap. Berlaga seperti raja yang mampu mengenyahkan dan mengintimidasi musuh hanya dari perawakannya saja. 

            Duh, atau jangan-jangan dia copet ya? batinku. 

            Panik. Aku mencari akal untuk membuat Yuk Rika sadar kalau ada pria yang berdiri terlalu dekat dengannya. Kukedipkan mata pelan-pelan. Tapi, tak berhasil. Tidak ada respon dari Yuk Rika. Aku pun mempercepat kedipan, kali ini diiringi sudut bibir yang ikut naik-turun. Tapi sial, Yuk Rikaa masih tak menangkap sinyal ketampananku. Agggrrrhhh, hampir frustasi dibuatnya. 

            Layar iklan di kereta masih saja menggema. Menghantarkan radang kemarahanku makin di pucuk kepala. Oke, Tenang Glas! Gak lucu kan kalau lu ngangkang terus tarik napas di dalam sini? Grrrr.... 

            Tak kehabisan akal. Kali ini aku pura-pura batuk. Dari batuk kecil hingga terbatuk-batuk mirip orang sakaratul maut. Yuppy, berhasil!!! Yuk Rika menoleh padaku. Namun sialnya bukan hanya dia yang menoleh, tapi juga banyak orang. Ada yang memandang sinis. Jijik. Geli. 

            Omegiiii, memalukan sekali! 

            Suara dari speaker di dalam gerbong kembali terdengar, yang intinya memberi informasi jika sesaat lagi kereta akan sampai di stasiun Lenteng Agung. Dengan cekatan, aku mengambil koper di atas kursi duduk yang berfungsi memang sebagai bagasi barang-barang penumpang. Tiba-tiba, dari arah belakang, sepasang tangan membantuku menurunkan koper. 

            Dia? batinku kecut.  

Ternyata si penolong adalah pria yang berdiri di belakang Yuk Rika. Pria yang selama ini kucurigai sebagai sindikat laki-laki mesum Jakarta. Dia tersenyum ramah. 

Pada saat proses senyum-mensenyumi itulah telingaku kembali menangkap suara dari papan iklan elektronik yang berbunyi kurang lebih; 

“Jika Anda selalu berprasangka buruk pada orang lain, maka Anda tidak mempunyai waktu untuk mencintainya.” 

Itulah kata-kata yang kudengar, yang kalau tidak salah merupakan kutipan dari em... Bunda Maria? Atau, siapa ya? Hahahaa, yang jelas tokoh dari agama Kristen. 

Pintu kereta terbuka. Aku dan Yuk Rika pun melangkah pergi. Sebelum makin menjauh, ku-ucapkan rasa terimaksih pada pria penolong tadi dengan memberi senyum dan ucapan “thanks”. Terkesan sederhana, namun rasanya aku benar-benar tersentak dengan bantuannya dan juga kutipan barusan. 

“Jika Anda selalu berprasangka buruk pada orang lain, maka Anda tidak mempunyai waktu untuk mencintainya.” 

Di peron Lenteng Agung, masih saja kutipan itu terngiang melayang-layang gentayang di otakku.

“Kenapa Dek Iki?” tegur Yuk Rika. 

“Ah? Eh, gak kok.”

Kami pun berlalu. Melangkah ke pintu keluar. 

Kulihat Yuk Rika sudah keluar kawasan peron dengan menge-tap kartu langgangan KRL.
  
Lubang hidungku mengembang drastis. Rasa ngeri meledak-ledak di dalam jiwa. Ahhh, kemana kartu KRL-ku? Mulailah pencarian kartu dengan rasa panik tak redam. Di saku kemeja, nihil. Saku celana, tas, dompet, semuanya nihil. 

“Ngapo, Dek?” 

“Kartu aku hilang, Yuk.”

“Haaaaa??” Duh, coba deh dicari-cari dulu,” ucap Yuk Rika dari seberang alat pembatas antara calon penumpang KRL yang sudah membeli tiket dan yang belum membeli tiket. 

“Pak,” ucapku panik pada satpam. 

“Iya, ada apa, Mas?”

“Ini tiket KRL saya hilang.”

“Iya, Pak. Kalau tiketnya hilang di-denda berapa ya?” sambar Yuk Rika. 

“Wah coba dicari lagi dulu mas baik-baik. Sayang uangnya Mas kalau dipakai buat bayar denda,” tuturnya simpatik. Ramah. 

“Udah, Pak. Udah saya cari tapi masih gak ada. Apa yang harus saya lakukan? Saya letih. Capek. Penat menghadapi cobaan ini! Saya ingin bersandar di bahu bapak saja! 

“Gak apa-apa Mas coba dicari lagi aja. Lumayan lho uangnya bisa dipake untuk hal lain daripada buat bayar denda.”

Wuiihhh Pak Satpam ini betul-betul peduli ternyata. Baiklah, aku cari sekali lagi!

FYI, untuk menggunakan jasa layakan commuter line, kita harus mempunyai tiket. Dan, tiket yang tersedia ada dua jenis. Tiket pertama itu merupakan tiket harian, dibeli dengan harga dua belas ribu dan berlaku selama seminggu. Apabila nanti kita mengembalikan tiketnya, maka ada uang kembalian sebesar sepuluh ribu. Intinya, kita hanya ditarik uang sebesar dua ribu rupiah persekali perjalanan. Dan tiket yang kedua merupakan tiket member. Dibeli dengan harga limapuluh ribu dan berlaku selamanya, selagi memiliki saldo. 

Aku yang masih sibuk mencari kartu hilang pun, akhirnya menyerah. Bisakah kalian membantuku mencari kartu KRL? 



Jika kalian melihat kartu, sebut kartu! Apakah kalian meihat kartu? *kedip-kedip. Baiklah, sekali lagi, jika kalian melihat kartu maka sebut kartu!

Hah, inilah penampakan dari kartu KRL-ku yang hilang. Sudah letih dari perjalanan panjang pun masih harus menghadapi hal seperti ini. Nampaknya, kehidupanku sungguh berwarna. 

“Emang kalau kartunya hilang didenda berapa, Pak?” tanya Yuk Rika yang masih di luar peron pembatas. 

Krik... krik... krik....

Pertanyaan dari Yuk Rikaa seperti cambuk yang menandakan kalau pencarian kartu ini harus segera diakhiri saja. Kami bertiga—Aku, Yuk Rika, dan Pak satpam—berpandang-pandangan.

“Yaudah bapak ikut saya ke ruang petugas aja,” sahut Pak Satpam memecah keheningan. 

Aku pun mengekor Pak satpam menuju ruangan karyawan KRL. Selagi diperjalanan, mulutku bernyayi tak terkontrol.

Aku berjalan di dalam kesendirian. Aku tlah hancur lebih dari berkeping-keping karena tiketku, karena duitku telah banyak habis. 

Akkkh, aku benar-benar tertatih di rel kerata api! 

“Silahkan masuk, Pak,” ucap Pak Satpam. 

“Oiyaaa terimakasih.”

“Nanti ketemu sama Mba Mawar ya (nama disamarkan) untuk masalah biaya.”

“Iya,” jawabku singkat sambil menundukkan kepala dalam-dalam.

Benar-benar melelahkan! 

“Halo, Mas. Ada yang bisa saya bantu,” tegur satu suara lembut. Ringan. Merdu. Membuat jantung berkedut-kedut. 

Kuangkat kepala, dan.... Tuhan, satu lagi ciptaanmu yang benar-benar indah kini berada tepat di depan mataku. Nikmat mana yang berani kudustakan? 

Selamat menyantap hidangan. Terimakasih Tuhan, batinku saat melihat wanita didepanku ini dengan name tag bernama Mawar hahaha. 

“Mas, kenapa melamun?” Mawar mengibas-ngibaskan tangan di depan pantat mukaku. 

“Ohhh eeemmm anu ituu anuu. Anu-anuan yuk?”

“Ha? Anu-anuan?”

“Maksudnya, anu itu lhoo kartu saya hilang.”
 
Mawar pun menjelaskan hal yang perlu dijelaskan, setelah membayar uang sebesar lima puluh ribu rupiah, aku diberi secarik kertas. Kemudian, aku bersama Pak Satpam pun kembali menuju alat pembatas peron. Si satpam menge-tap kan kartu miliknya lalu mempersilahkanku lewat. 

Sesampainya di luar, aku memeluk erat Yuk Rika dan menangis sejadi-jadinya. “Dunia ini sungguh tidak adil. Kenapa dari sekian banyak orang, hanya kartuku saja yang hilang, hiks.” Ucapku pada Yuk Rika sambil sesenggukan.


Inilah secarik kertas yang diberikan Mawar padaku. Romantis, bukan? Berharap dibaliknya ada tulisan pin bbm atau nomer hape, tapi sungguh, Mawar terlalu kejam. Ia tidak memberikan hal itu padaku. Mawar oh mawar, aku rela menjadi tangkai untuk menyentuh kelopak indahmu itu. Aku rela menjadi duri untuk dapat berdekatan dengan tangkai dan kelopakmu. Mawar oh Mawar. 

            Kalau yang ini kartu member commuter line milik Yuk Rika;

Sebelum meninggalkan kawasan stasiun lenteng Agung, aku menyempatkan diri untuk mengabadikan tempat ini.

Ha, akhirnya kami pun melanjutkan perjalanan walaupun betis sudah sebesar telur dinosaurus.

“Kosan ayuk di manonyo?” 

“Habis ini sih masih naik angkot dek ke daerah kosan ayuk.”

“Haaaa??? Jadi ini masih belum sampai? Ohh tidak!”

“Semangat yaaa!!! Ayo sini kita naik jembatan dulu,” ucap yuk Rika.

Aku menatap kecewa. Menatap penuh beban ke arah jembatan penyebrangan orang di depanku. Jelas saja, jika menaiki jembatan itu, otomatis aku harus menggendong koper. Ampun. Bukannya mudah cepat menyerah atau mengeluh, hanya saja, sungguh, aku ingin cepat-cepat tidur. 

Baiklah, Douglas. Laki-laki seperkasa dirimu pasti bisa melakukan ini! Kau kan dulu preman di kampungmu saat masih SMA. Semua anak TK dan SD takut padamu! Ayo, Glas! Semangat! ucap batinku menguatkan diri sendiri. 

Berhasil melalui sang jembatan, kami pun langsung masuk menyungsep salah satu angkot bernomor 16  yang sudah ngetem di bawah jembatan. Kemudian, perjalanan menuju kos Yuk Rika pun berlanjut. Kami berhenti tak lumayan jauh dari awal pemberangkatan angkot. Hanya sekitar lima belas menit. 

Sebuah bangunan cukup mengerikan karena lampunya sedikit pendar pun menjadi penyambut kedatanganku. Akhirnya, tiba juga. 

Aku menghempaskan dan memantul-mantulkan tubuh di kasur. Kuciumi semua bantal, boneka, bad cover di kamar itu. Legah sekali rasanya. Baru kali ini aku sangat merindukan kasur. Saatnya tidur!!! Eiiitt, mandi aja dulu enak kali yaaa? Melangkahlah kaki menggemaskan milikku ke dalam kamar mandi. Tutup pintu kamar mandi. Lepas baju. Celana. Lalu putar keran.

Lhoooo, kok??     
                                        
“Yuuuuukk Rikaaaaaaaaaaaa... ini kenapa airnya gak keluar???” teriak-ku dari dalam kamar mandi. 

“Ya Ampun, mesin airnya masih rusak yaa???” tanya Yuk Rika histeris. 

Sumpah, hari ini sempurna sekali. Dasar keran air PILSUK PILSUK PILSUK!!! UPIL BUSUK!!!

*Bersambung.

0 comments:

Post a Comment

Silahkan, semuanya dapat berkomentar. Namun, jadilah komentator yang cerdik dan beretika ya :)